BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, banyak sekali masyarakat bahkan pelajar yang masih rancu dalam menempatkan kata dalam kalimat. Disadari atau tidak, penggunaan tanda baca sering sekali tidak tepat dalam penggunaannya. Disamping itu kerancuan pun kerap membingungkan masyarakat dalam penggunaan bahasa baku. Masyarakat/pelajar sering kali tidak memperhatikan apakah tulisannya sesuai aturan atau tidak. yang terpenting tujuan dan maksud mereka tersampaikan. Selain itu ketidak pahaman penggunaan tanda baca, menyebabkan banyak tulisan-tulisan di spanduk, papan nama, selembaran, dan mading. Banyak ditemui kata yang tidak baku dan juga ditemukan kesalahan dalam penulisan tanda baca yang tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Hal itulah yang menyebabkan dalam sebuah tulisan kerap tidak sesuai dengan EYD ataupun bahasa baku.
1.2 Rumusan Masalah
bagaimana bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kata dan tanda baca dalam spanduk di lingkungan UNTAD FKIP
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan kesalahan-kesalahan penggunaan kata tanda baca, oleh masyarakat/pelajar setelah adanya tahapan pengenalan atas kesalahan, identifikasi, dan klasifikasi kesalahan-kesalahan tersebut.
2. Semoga dengan tulisan ini, sedikit memberikan informasi, bagaimana penggunaan bahasa baku dan tanda baca yang sesuai dengan kaidah ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sehingga kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang lagi pada setiap kegiatan menulis.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil dari tulisan ini diharapkan dapat membantu pembelajar bahasa Indonesia yang baku/standar. Bagi seorang pelajar menggunakan bahasa indonesia yang baku dan benar adalah sebuah keharusan. Karena ragam bahasa baku/standar digunakan dan dipelajari di sekolah/institusi pendidikan. Yang kesesuaian penggunaannya harus diperhatikan. Selain itu, hasil tulisan ini diharapkan juga dapat memberi sumbangan pemikiran kepada para guru bahasa Indonesia, agar perencana kegiatan keterampilan menulis bisa ditingkatkan, sehingga murid-muridnya bisa menguasai kaidah-kaidah penulisan.
1.5 Metode Penulisan
Dalam kesalahan penggunaan kata dan tata bahasa baku pada tulisan ini, dilakukan dengan analisis pustaka dan observasi. Sebagai alat bantu digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1Ejaan
Ejaan ialah pelambangan fonem dengan huruf (Badudu, 1985:31). Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem itu dinamakan huruf. Susunan sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad.
Selain pelambangan fonem dengan huruf, dalam sistem ejaan termasuk juga 10 ketetapan tentang bagaimana satuan-satuan morfologi seperti kata dasar, kata ulang, kata majemuk, kata berimbuhan dan partikel-partikel dituliskan. ketetapan tentang bagaimana menuliskan kalimat dan bagian-bagian kalimat dengan pemakaian tanda-tanda baca seperti titik, koma, titik koma, titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru.
Ejaan didasarkan pada konvensi semata-mata, jadi lahir dari hasil persetujuan para pemakai bahasa yang bersangkutan. Ejaan itu disusun oleh seorang ahli bahasa atau oleh suatu panitia yang terdiri atas beberapa orang ahli bahasa, kemudian disahkan atau diresmikan oleh pemerintah. Masyarakat pemakai bahasa mematuhi apa yang telah ditetapkan itu. Ejaan yang kita pakai dewasa ini disebut Ejaan yang Disempurnakan yaitu ejaan yang telah disusun oleh Lembaga Bahasa Nasional (LBN).
2.2 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Peranan bahasa yang utama adalah sebagai sarana komunikasi, sebagai alat penyampai maksud dan perasaan seorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Disikapi dari sudut ini, sudah baiklah bahasa seseorang apabila sudah mampu mengemban amanat tersebut. Namun, mengingat bahwa situasi kebahasaan itu bermacam-macam adanya, tidak selamanya bahasa yang baik itu benar, atau sebaliknya, tidak selamanya bahasa yang benar itu baik. Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, yakni bahasa Indonesia yang baik tidak selalu benar dan bahasa Indonesia yang benar tidak selalu baik (Sloka, 2006:112). Sedangkan menurut (Hasan Alwi, 2010:20). Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar.
Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman.
2.3Pilihan Kata
Istilah lain dari pilihan kata adalah diksi. Inti pembahasan dari pilihan kata adalah menyangkut ketepatan makna dan ketepantan bentuk kata yang dipilih,kelaziman kata yang digunakan,kesesuaian penggunaan kata dengan bidangnya dan bagaimana efek penggunaan suatu kata terhadap pembaca (jika digunakan secara tertulis) dan bagi pendengar (jika digunakan secara lisan).
Hal ini merupakan bagian inti dari wujud nyata dari penggunaan bahasa.Setiap orang (terutama kalangan terdidik, termasuk paramahasiswa) hendaknya mampu memilih kata secara tepat, mampu menyusun atau membuat kalimat yang efektif,dan menyusun paragraf yang memenuhi unsur kesatuan dan kepaduan. Hal yang dibahas di bagian ini juga erat kaitannya dengan penggunaan bahasa Indonesia secara tertulis,walaupun masih berhubungan juga dengan penggunaan bahasa Indonesia secara lisan. Mahasiswa diharapkan dapat menerapkan bagaimana memilih kata yang tepat,membuat kalimat yang efektif dan menyusun paragraf yang baik. Menurutmusaba, zulkifli(2012:25)
2.4 Kesalahan Berbahasa
Ada dua pandangan yang bertolak belakang mengenai kesalahan berbahasa. Yakni pandangan dari sudut guru dan pandangn dari sudut siswa . Dari sudut guru, kesalahan itu adalah suatu aib atau cacat cela bagi pengajaran bahasa. Kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa itu menandakan bahwa pengajaran bahasa tidak berhasil atau gagal. Karena itu kesalahan berbahasa itu harus dihindari agar pengajaran bahasa berhasil.
Sementara dari sudut pandang siswa kesalahan berbahasa merupakan bagian integral dari proses belajar bahasa. Kesalahan itu tentunya dapat diperkecil atau bahkan dihilangkan dengan menata lebih sempurna komponen proses belajar-mengajar bahasa.
Lalu akan timbul apa yang dimaksud kesalahan berbahasa? Untuk menjawab pertanyaan ini, menurut Djago Tarigan (1997:29) dapat dilihat dengan berpedoman pada semboyan “Pakailah bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Dalam semboyan itu, ada dua ukuran yang dapat dijadikan dasar.
Ukuran pertama berkaitan dengan faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi itu ialah: siapa berbahasa dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa (tempat dan waktu), dalam konteks apa (peserta lain, kebudayaan, dan suasana), dengan jalur mana (lisan atau tulisan), media apa (tatap muka, telepon, surat, buku, koran, dsbnya), dan dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, laporan, lamaran kerja, pernyataan cinta dan sebagainya).
Sementara ukuran kedua berkaitan dengan aturan kebahasaan yang dikenal dengan istilah tatabahasa.Dengan demikian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan faktor-faktor penentu berkomunikasi dan benar dalam penerapan aturan kebahasaannya. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan faktror-faktor penentu berkomunikasi bukanlah bahasa Indonesia yang baik. Bahasa Indonesia yang menyimpang dari kaidah bahasa jelas pula bukan bahasa Indonesia yang benar.
Menurut Tarigan (1997), kesalahan berbahasa dianggap sebagai bagian dari proses belajar mengajar. Langkah kerja analisis kesalahan berbahasa menurut Ellis dan Sridhar (dalam Tarigan, 1998) dapat dilakuan melalui lima langkah.
- Mengumpulkan data
- Mengidentifikasikan kesalahan
- mengklasifikasikan kesalahan
- menjelaskan frekuensi kesalahan
- mengoreksi kesalahan.
Secara lebih detail, metode kesalahan berbahasa itu dilakukan dengan mengumpulkan sampel kesalahan yang diperbuat siswa baik dalam karangan atau bentuk lainnya secara cermat dan detail. Kesalahan berbahasa yang sudah terkumpul ini dilakukandengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, mengklasifikasikan kesalahan berbahasa itu berdasarkan tataran kebahasaan misalnya kesalahan bidang fonologi, morfologi, sintaksis, wacana atau semantik. Kedua mengurutkan kesalahan itu berdasarkan frekuensinya. Ketiga, menggambarkan letak kesalahan dan memperkirakan penyebab kesalahan. Keempat, memperkirakan atau memprediksi daerah atau butir kebahasaan yang rawan kesalahan. Kelima, mengoreksi kesalahan atau memperbaiki kesalahan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pembahasan
Menjawab pertanyaan dari rumusan masalah di atas yaitu bagaimana bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kata dan tanda baca dalam spanduk di lingkungan UNTAD FKIP
3.1.1 Penulisan Kata “di “
Penulis spanduk iklan pasti tidak tahu ada dua macam “di” dalam kalimat. “di” yang pertama menunjukkan tempat, yang harus dituliskan terpisah dari kata yang menunjukkan tempat. “di” yang kedua merupakan sebuah awalan untuk sebuah kata kerja pasif, yang harus digabungkan pada kata yang diawalinya.
Jadi kata depan “di” yang ada digambar itu harus digabung menjadi “Dijual” karena kata “jual”merupakan kata kerja. bilamana digabungkan dengan kata depan “di” maka kata “jual” itu menjadi kata kerja pasif.
3.1.2 Penggunaan kata depan “di”, “ke”, dan“dari”
Kata depan “di”, “ke”, dan “dari” ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti “kepada” dan “daripada”.
Contoh yang dipisah:
a) Kain itu terletak didalam lemari.
b) Ke mana saja ia selama ini?
c) Ia datang darisurabaya kemarin.
Contoh yang digabung:
a) Surat perintah itu dikeluarkan di Bogor pada tanggal 11 maret 1996.
b) Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
c) Amin lebih tua daripadaAhmad.
3.1.3 Awalan “di-/ke-” dan kata depan “di/ke”
Untuk menunjukan preposisi:
No | Benar | Salah | No | Benar | Salah |
1 | di antara | Diantara | 19 | di sekitar | disekitar |
2 | di atas | Diatas | 20 | di seluruh | diseluruh |
3 | di bawah | Dibawah | 21 | di sini | disini |
4 | di belakang | Dibelakang | 22 | di situ | disitu |
5 | di dalam | Didalam | 23 | di sisi | disisi |
6 | di depan | Didepan | 24 | di tanah | ditanah |
7 | di kanan | Dikanan | 25 | di tepi | ditepi |
8 | di kiri | Dikiri | 26 | di tengah | ditengah |
9 | di hadapan | Dihadapan | 27 | di tengah-tengah | ditengah-tengah |
10 | di mana | Dimana | 28 | di tiap-tiap | ditiap-tiap |
11 | di muka | Dimuka | 29 | ke atas | keatas |
12 | di pusat | Dipusat | 30 | ke bawah | kebawah |
13 | di rumah | Dirumah | 31 | ke belakang | kebelakang |
14 | di samping | Disamping | 32 | ke depan | kedepan |
15 | di sana | Disana | 33 | ke kanan | kekanan |
16 | di sebelah | Disebelah | 34 | ke kiri | kekiri |
17 | di seberang | Diseberang | 35 | ke mana | kemana |
18 | di sekeliling | Disekeliling | 36 | ke sana | kesana |
Kata depan “di” akan memiliki arti berbeda jika ditulis terpisah. Kata-kata ini khusus untuk kata dasar yang dapat berfungsi sebagai kata benda (petunjuk tempat) sekaligus kata kerja. Berikut beberapa contohnya:
- Dilanggar = bertubrukan
- Di langgar = tempat mengaji atau solat.
- Dibalik = bentuk pasif dari membalik
- Di balik = dibagian sebaliknya
- Dikarantina = bentuk pasif dari mengkarantina
- Di karantina = di (tempat) karantina
- Disalib = bentuk pasif dari menyalib
- Di salib = di (atas) salib
3.1.4 Kata “si” dan “sang”
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contohnya:
a) Harimau itu marah sekali kepada sang kancil.
b) Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
3.1.5 Kata Ganti “ku”,”kau”, “mu”, dan “nya”
Kata ganti “ku” dan “kau”ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; “ku”, “mu”, dan “nya”ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contohnya:
a) Apa yang kumiliki boleh kauambil
b) Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustkaan.
3.1.6 Partikel
1) Partikel “–lah”, “-kah”, dan “–tah” ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya Contohnya:
a) Bacalah buku itu baik-baik.
b) Apakah semuanya baik-baik saja?
c) Apatah gunanya harta benda bertumpuk jika jiwa kita menderita?
2) Partikel “pun” kadang dipisah kadang disambung. Jika partikel pun yang berpadanan dengan kata ‘saja’/’juga’, maka penulisannya dipisah (kabar pun, saya pun). Bentuk ‘pun’ yang sudah dianggap padu harus ditulis serangkai. Berikut contoh partikel “pun” yang ditulis terpisah dan digabung.Contoh yang dipisah:
a) Jika ayah pergi, saya pun ingin pergi.
b) Jangankan bertemu, memberi kabar pun tidak pernah.
Contoh daftar partikel “pun”yang digabung:
Benar | Salah |
Adapun | Ada pun |
Andaipun | Andai pun |
Apapun | Apa pun |
Ataupun | Atau pun |
Bagaimanapun | Bagaimana pun |
Biarpun | Biar pun |
Itupun | Itu pun |
Kalaupun | Kalau pun |
Kendatipun | Kendati pun |
Manapun | Mana pun |
Maupun | Mau pun |
Meskipun | Meski pun |
Siapapun | Siapa pun |
Sungguhpun | Sungguh pun |
Walaupun | Walau pun |
3.1.7 Penggunaan Kata Penghubung “tetapi”,”akan tetapi”, dan “namun”
Perhatikan dengan seksama kalimat berikut ini!
- Banyak wanita cantik. Tetapi tidak banyak yang menjadi seorang diva.
- Wajah Tamara agak pucat, namun dia tetap tampil dengan senyuman.
Pemakaian kata penghubung “tetapi” dan “namun”pada kalimat-kalimat di atas secara baku tidak tepat. Memang, bahasa dalam media massa kadang-kadang kurang memperhatikan kaidah tata bahasa yang baku.
Penggunaan kata penghubung yang benar adalah sebagai berikut:
- Banyak wanita cantik, tetapi tidak banyak yang menjadi seorang diva.
- Banyak wanita cantik. Akan tetapi tidak banyak yang menjadi seorang diva.
- Wajah Tamara agak pucat. Namun dia tetap tampil dengan senyuman.
Kata penghubung “tetapi” merupakan kata penghubung intrakalimat. Kata penghubung “akan tetapi” dan “namun”merupakan kata penghubung antarkalimat.
3.1.8 Penggunaan Kata Penghubung “ialah”, dan ” yaitu”
Kata “ialah” digunakan sebagai kata penghubung di antara dua penggal kalimat yang menegaskan perincian atau penjelasan atas penggal yang pertama itu. Contohnya:
· Yang perlu dikerjakan sekarang ialah membawa korban ke rumah sakit.
Kata “yaitu” digunakan sebagai kata penghubung yang digunakan untuk memerinci keterangan kalimat. Contohnya:
- Yang pergi tahun ini dua orang, yaitu dia dan saya.
3.2.1 Kata turunan
1. a. Imbuhan (awalan,sisipan,akhiran) di tulis serangkaian dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
Berjalan
Di permainkan
Gemetar
Kemau an
Lukisan
Me nengok
b. Imbuhan di rangkaikan dengan tanda hubung jika di tambahkan pada bentuk singkatan kata dasar yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
Mem - PHK - kan
Di – PTUN – kan
Di – Upgrade
Me – recall
2. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata,awalan atau akhiran di tulis serangkai dengan kata yang lansung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
Bertepuktangan
Garisbawahi
Menganaksungai
Sebarluaskan
3. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus unsure gabungan kata itu di tulis serangkai.
Misalnya:
Dilipatgandakan
Menggarisbawahi
Penghancurleburan
Pertanggungjawaban
4.jikasalahsatu unsure gabungan kata hanya di pakai dalam kombinasi,gabungan kata itu di tulisserankai.
Misalnya:
|
|
| ||||||
3.2.2 Bentukulang
1. Bentukulang di tulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
Anak – anak Mata - mata
Berjalan – jalan Menulis – nulis
Biri – biri Mondar – mandir
Buku – buku Ramah – tamah
Hati – hati Sayur – mayor
2. Awalan dan akhiran di tulis serangkai dengan bentuk ulang
Misalnya :
Kekanak – kanakan
Perundang – undangan
Melambai – lambaikan
Dibesar – besarkan
Memataa–matai
3.3.1 Pemakaian Tanda Baca
3.3.1.1 Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
- Ayahku tinggal di Solo.
- Biarlah mereka duduk di sana.
- Dia menanyakan siapa yang akan datang.
2. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:
a Saputra S. Ibrahim
b George W. Bush
Tanda titik yang dilingkari warna biru di atas, dalam penempatannya tidak tepat. Seharusnya tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama. Jadi tanda titik di atas seharusnya ditempatkan setelah huruf “s” yang merupakan singkatan nama. Berikut perbaikannya: “Ny. Arjanti S.”
3. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Pendidikan Nasional
1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
2. Direktorat Jenderal Pendidik
b. I. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka yang terakhi rdalam deretan angka.
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
Catatan: Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut:
(1) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam.
Misalnya:
a pukul 9.00 pagi
b pukul 11.00 siang
(2) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam.
Misalnya:
a pukul 00.45
b pukul 07.30
c pukul 22.00
5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yangmenunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
a 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
b 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
c 0.0.30 jam (30 detik)
6. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yangtidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
7. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yangmenunjukkan jumlah.
Misalnya:
- Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
- Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
- Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
3.3.1.2 Tanda Garis Miring
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran.
Misalnya:
a No. 7/PK/2008
b Jalan Kramat III/10
c tahun ajaran 2008/2009
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata “atau”, “tiap”, dan “ataupun.”
Misalnya:
- dikirimkan lewat darat/laut à ‘dikirimkan lewat darat atau lewat.laut’
- harganya Rp1.500,00/lembar. Ã ‘harganya Rp1.500,00 tiap lembar’
- tindakan penipuan dan/atau penganiayaan.Ã ‘tindakan penipuan dan penganiayaan, tindakanpenipuan, ataupuntindakan penganiayaan’
3.3.1.3 Tanda Kurung (( ))
1. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
a Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
b Dia tidak membawa SIM (surat izin mengemudi)
2. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukanbagian utama kalimat.
Misalnya:
a Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
b Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru pasar dalam negeri.
3. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya didalam teksdapat dihilangkan.
Misalnya:
a Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
b Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
4. Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan.
Misalnya:
a Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
b Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan melampirkan (1) akta kelahiran, (2) ijazah terakhir, dan (3) surat keterangan kesehatan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Sudah selayaknyalah kalau semua orang/warga negara Indonesia mempunyai sikap positif terhadap bahasa yang mereka gunakan. Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia baik tulisan maupun lisan. Haruslah mempertimbangkan tepat tidaknya ragam bahasa yang digunakan. Kita sebagai warga negara Indonesia harus mempunyai sikap seperti itu karena siapa lagi yang harus menghargai bahasa Indonesia selain warga negaranya. Kita, sebagai bangsa Indonesia harus bersyukur, bangga, dan beruntung karena memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara. Menggunakan bahasa baku memang sudah seharusnya diterapkan, karena hal itu akan menunjukan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
4.2 Saran
Penggunan bahasa baku memang seharusnya kita terapkan, mengingat bahasa baku adalah bahasa Indonesia yang benar. Didalam penulisan memang seharusnya mengikuti kaidah-kaidah penulisan. Untuk itu sabaiknya kita harus mengikuti peraturan yang sudah disepakati tersebut. Saran saya kepada pembaca setiap kali pembaca ingin menulis. Ada baiknya pembaca memahami dulu kaidah-kaidah penulisan, salah-satunya yaitu penggunaan kata yang baku dan penggunaan EYD. Agar tulisannya sesuai dengan kaidah penulisan yang sudah disepakati penggunaan kata dan tanda bacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk (2003): Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Balai Pustaka.
Tarigan, Henru Guntur. 1992. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Djago dan Lilis Siti Sulistyaningsih. 1997. Analasis Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Kep.Mendikbud. 1987. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.Jakarta: Bumi Aksara.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. Jakarta: Pusat bahasa. 2008